semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi temen temen sekalian. untuk memenuhi tugas sistem kardiovaskuler, atau sebagai tambahan ilmu.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien ASD (Atrial Septal Defect)
untuk asuhan keperawatan yang lain temen2 bisa lihat di link berikut
BAB
II
KONSEP
TEORI
ASD
2.1 Definisi
Atrial septal defeck ( ASD ) adalah penyakit jantung bawaan
lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi
karena kegagalan fungsi interatrial semasa janin, atrial septal defect adalah
suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas ( atrium
kiri dan kanan ).
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak
ditutup oleh katup ( Markum, 1991).
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan
kanan.(Sudigdo Sastroasmoro, 1994).
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Atrial Septal Defect
( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada sekat
atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi
karena kegagalan fusi septum interatial semasa janin.
2.2 Klasifikasi
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu :
a.
Ostium
primum ( ASD I ), letak lubang dibagian bawah septum, disertai kelainan katub
mitral
b.
Ostium
secundum (ASD 2 ), letak lubang di tengah septum
c.
Sinus
venosus defek, lubang berada di antara vena kava superior dan atrium kanan
2.3
Etiologi
Penyebabnya
belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor
tersebutdiantaranya :
1. Faktor
Prenatal
-
Ibu
menderita penyakit infeksi rubella
-
Ibu
alkoholisme
-
Umur
ibu lebih dari 40 tahun
-
Ibu
meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor
Genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita
PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma
Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
3. Faktor
Hemodinamik
Tekanan
di atrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan di natrium kanan sehingga
memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan
2.4
Manifestasi
Klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak
menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar
yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahunpertama kehidupan pada
sekitar 5% penderita.Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan
ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung
(aritmia).Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya
infeksi saluran nafasbagian bawah berulang,
yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpapilek).Selain
itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas,
kesulitanmenyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat
aktivitas fisik pada anak yang lebih besar.Selanjutnya dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent
dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
1. Sering
mengalami infeksi saluran pernafasan.
2. Dispneu
(kesulitan dalam bernafas)
3. Sesak nafas
ketika melakukan aktivitas
4. Jantung
berdebar-debar (palpitasi)
5. Pada
kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
6. Tidak ditemukangejala
atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan Aritmia.
2.5 Penatalaksanaan
Medis
1.
Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita
dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis
pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt
menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang
diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke
kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan.
Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS
sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan bukti
cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat
menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah
umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan.Indikasi utama penutupan
defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal
abstruktif.Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal
jantung kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek
dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan
jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol. Dari 430
penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas
kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami pengikatan duktus
arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang.Komplikasi
kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama
atrium.Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular
pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita
penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan
dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan
perbaikan bedah semua defek sekat atrium
2.
Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter
jantung sekarang digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium.Defek yang
lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini.
Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain,
seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk
memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan
untuk menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas.Langkah yang
paling penting pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian
yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar
dari pada diameter 25 mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa ovalis,
defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan defek dengan tepi
jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis kanan
dihindari.
3.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai,
ukuran ditentukan dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang
direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang
dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik
perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian,
lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang
tepat dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam,
besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek
tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup
akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan
tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah
(pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh
darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu,
semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi
penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah
dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr.
Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa
jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
4.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat
yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko
minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al
melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up
27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia
kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan
semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti
peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru
5.
Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD
tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus
lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis).Alat ini terdiri dari 2
buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman
kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di
dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis
sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ASD
(Atrium Septum Defect)
1.1 Pengkajian
1. Identitas pasien, meliputi:
Nama :
untuk membedakan pasien satu dengan pasien
yang lain karena banyak orang
yang namanya sama
Umur :
pada usia anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut dapat terserang
Jenis kelamin : tidak dipengaruhi
oleh jenis kelamin
Alamat : untuk
mengetahui lingkungan dan tempat tinggal pasien, berhubungan dengan penyakitnya
Pekerjaan :
tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
Pendidikan : bagi
orang yang tingkat pendidikan rendah/minim memdapakan pengetahuan tentang ASD
(Atrium Septum Defek), maka akan menganggap remeh penyakit ini, dan dapat sembuh dengan cara cukup beristirahat.
Suku/bangsa : untuk mengetahui darimana
asal dan letak geografis tempat tinggal pasien
2. Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari
jenis defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya
terjadi sesak nafas, cemas ,suhu tubuh meningkat, lemas ,jantung
berdebar - debar.
3. Riwayat Kesehatan
Ø Riwayat kesehatan sekarang
Anak mengalami sesak nafas berkeringat banyak dan jantung berdebar-debar tapi biasanya tergantung pada derajat dari defek yang terjadi.
Ø Riwayat kesehatan lalu
§ Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi
virus Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan
serta penyakit DM pada ibu.
§ Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
§ Riwayat Neonatus
·
Gangguan respirasi
biasanya sesak, takipnea
·
Anak rewel dan
kesakitan
·
Tumbuh kembang anak
terhambat
·
Terdapat edema pada
tungkai dan hepatomegali
·
Sosial ekonomi
keluarga yang rendah.
Ø Riwayat Kesehatan Keluarga
·
Adanya keluarga apakah
itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan defek jantun
·
Penyakit keturunan
atau diwariskan
·
Penyakit congenital
atau bawaan
3. Pemeriksaan Fisik
v TTV (Tanda-tanda vital)
Tekanan Darah (TD) :
Meningkat
Nadi (N) :
Takikardi
Suhu Tubuh (S) : 38.7 ˚C
Respirasi (RR) : dispnea
pada saat istirahat atau pada saat
aktivitas
v Pemeriksaan fisik menggunakan Head
To Toe
1.
Kepala : rambut bersih, tidak ada
ketombe, tidak ada tumor, rambut warna hitam sedikit ada uban, tidak ada nyeri
tekan , tidak ada lesi.
2.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid.
3.
Mata : simetris, konjungtiva anemis,
fungsi penglihatan sedikit buram
4.
Hidung : bentuk simetris, tidak ada
polip, tidak ada keluhan dan kelainan pada hidung
5.
Telinga : bentuk simetris, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran
6.
Mulut : bibir tampak kering, gigi
bersih, tidak ada perdarahan dan pembengkakan pada gusi
7.
Payudara : tidak ada pembengkakan di
kelenjar mammae
8.
Dada :
Jantung:
a)
Inspeksi : bentuk asimetris, irama nafas tidak teratur
b)
Palpasi :
teraba adanya bising pada ics II atau III kiri
c)
Perkusi :
suara jantung pekak, suara paru sonor
d)
Auskultasi :bunyi paru vasikuler, terdapat bunyi jantung tambahan
9.
Abdomen :
a)
Inspeksi : bentuk simetris, datar
b)
Palpasi :
tidak terdapat nyeri tekan abdomen
c)
Perkusi :
timpani
d)
Auskultasi : batas normal 5-12x/menit
10. Genetalia : tidak terpasang
kateter
11. Ekstremitas :
a)
Ekstremitas atas : terpasang infus RL
pada tangan kiri, tidak terdapat oedem
b)
Ektremitas bawah : tidak terdapat luka,
tidak terjadi kelumpuhan, terdapat oedem pada pergelangan kaki
4. Pemeriksaan penunjang
Ø Laboratorium
Ø foto
thorak
Ø ecg
Ø echo
5.
Pola fungsi kesehatan
a) Pola Aktivitas dan latihan
·
Keletihan/kelelahan
·
Dispnea
·
Perubahan
tanda vital
·
Perubahan
status ment
·
Takipnea
·
Kehilangan tonus otot
b) Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan
·
Riwayat hipertensi
·
Endokarditis
·
Penyakit
katup jantung.
c) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
·
Ansietas, khawatir,
takut
·
Stress yang b/d
penyakit
d) Pola nutrisi dan metabolik
·
Anoreksia
·
Pembengkakan
ekstremitas bawah/edema
e) Pola persepsi dan konsep diri
·
Kelemahan
·
Pening
f) Pola peran dan hubungan dengan sesama
·
Penurunan peran dalam
aktivitas sosial dan keluarga.
1.2
Patofisiologi
Penyakit
dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus
mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester
pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.Pertama kehidupan
status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten
yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari
pertama.
Darah
artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini.
Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan
tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5
mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan,
arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka
volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang
melalui aorta.
Dengan
bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan,
maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan
sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising
sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif
katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan,
sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga
terdengar bising diastolik.
Karena
adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama
kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya
akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini
pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila
ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari
ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium
kanan pada waktu systole.Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Arah
shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah
sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis.
ASD
akibat terjadinya kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan pada
tahap perkembangan pemisahan organ atrium menjadi atrium kiri dan kanan. Akibat
adanya celah patologis antara atrium kanan dan atrium kiri, klien dengan defec
septum atrium mempunyai beban pada sisi
jantung kanan , akibat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan. Beban tersebut
merupakan beban volume (volume overload). Aliran darah pintas kiri ke kanan
pada tipe osteum sekundum dan tipe sinus venosus akan menyebabkan keluhan
kelemahan dan sesak nafas, umumnya
timbul pada usia dewasa muda. Kegagalan jantung kanan serta aritma supra
ventrikulear dapat pula terjadi pada stadium lanjut. Namun apabila repurigtusi
mitral berat, gejala serta keluhan akan muncul lebih berat dan lebih awal.
Gejala ini umumnya ditemukan pada umur 20 – 40 tahun.
Pada kasus atrial septal defect yang tidak ada
komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari atrium kiri mengalir ke atrium
kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan
suatu proses akibat ukuran dan complain
dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan
menjadi lebih besar dari pada ventrikel
kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal
ini juga juga berakibat volume serta
ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan
meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus
meningkat shunt dari kiri ke kanan bias berkurang. Pada suatu saat berkurang.
Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat.
Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah
sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi
hipoksemi dan sianosis yang menyebabkan gangguan system transport oksigen
karena pertukaran gas dalam paru-paru yang tidak efektif menyebabkan sesak
nafas sehingga aktifitas menjadi terganggu(intoleransi aktifitas).
1.3
Analisa
Data
No
|
Waktu
|
Analisis data
|
Etiologi
|
Masalah
|
Ttd
|
1
|
DS:
Klien mengatakan jantung berdebar –debar
DO:
Takikardi,hipotensi,pucat,bunyi jantung melemah.
|
Defek struktur jantung
|
Resiko tinggi penurunan curah jantung
|
||
2
|
DS:
Klien mengeluh cepat lelah saat aktifitas,sesak nafas
DO:
Klien tampak lemas dan pucat
RR
: 26x/menit
|
Gangguan pola nafas
|
Intoleransi aktivitas
|
||
3
|
DS:Klien mengeluh panas(suhu badannya tinggi)
DO:Peningkatan suhu tubuh.
TD 100/60mmHg
N 70x/menit
Suhu 38,70C
|
Status fisik yang lemah
|
Risiko tinggi infeksi
|
Diagnosa
keperawatan
1. Resiko
tinggi penurunan curah jantung b.d defek struktur jantung
2.
Intoleransi aktivitas b.d gangguan pola
nafas
3.
Resiko tinggi infeksi b.d status fisik
yang lemah
1.4
Intervensi
Tgl
|
Dx
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Ttd
|
1
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkan penurunan curah jantung dapat diminimalkan
Dengan KH :
K : Klien dapat mengetahui penyebab dan gejala dari
penyakitnya
A:
Klien tampak nyaman
P:
Klien mampu beraktifitas dengan normal
P:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,klien tidak
mengalami gangguan dalam melakukan aktifitasnya
|
O:
Observasi TTV klien secara teratur
N:
Anjurkan
klien untuk beraktifitas
E:
Jelaskan kepada klien tentang cara penanganan penyakit
secara sederhana
C:
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk
pemberian obat diuretik
|
·
Memonitoring adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin dan adanya
takikardi –disritmia sebagai kompensasi meningkatkan curah jantung
·
Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak
adekuatnya curah jantung.Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi
aliran darah pada ventrikel
·
Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi yang meningkatkan TD dan
meningkatkan kerja jantung
·
Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi miokard dan mencegah hipoksia
|
||
3
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkan infeksi teratasi
Dengan KH :
K : Klien dapat mengetahui penyebab adanya resiko
tinggi infeksi
A:
Klien mampu menunjukkan cara mengurangi status fisik
yang lemah
P:
Klien mampu mengatasi resiko infeksi
P:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak ada
infeksi / inflamasi, meningkatkan status fisik
|
O :
Observasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil,
berkeringat, perubahan mental
N :
Bantu klien meminimalkan
resiko infeksi
E :
Jelaskan kepada klien tentang penanganan pencegahan
infeksi secara sederhana
C :
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pencegahan
infeksi
|
·
mengetahui perubahan kondisi klien
·
mencegah terjadinya resiko
·
agar tidak terjadi infeksi secara serius
·
mengetahui bahaya jika terjadinya infeksi dan komplikasi
|
1.5 Implementasi
Implementasi adalah
tindakan yang dilakukan perawat kepada pasien.
1.6 Evaluasi
Evaluasi dapat diambil
dari respon pasien tiap-tiap diagnose keperawatan
Evaluasi dapat dilakukan tiap
shift, tiap hari atau sesuai waktu yang ditentukan dalam rencana keperawatan.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Atrium Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan
berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang
terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.Atrial Septal
Defect adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian
atas (atrium kiri dan atrium kanan).
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD,
1. Ostium
primum ( ASD I ), letak lubang dibagian bawah septum, disertai kelainan katub
mitral
2. Ostium
secundum (ASD 2 ), letak lubang di tengah septum
3. Sinus
venosus defek, lubang berada di antara vena kava superior dan atrium kanan
4.2
Saran
1.
Dalam menerapakan asuhan keperawatan
pada aklien dengan ASD dipsi bagi yang memerlukan pengkajian, konsep
keperawatan teori oleh seorang perawat
2.
Dukungan psikologik ssangat bermanfaat
untuk klien
3.
Semoga makalah ini menjadi reverensi
bagi yang membaca
DAFTAR PUSTAKA
Betz Lynn Ciciy
dan Sawden A linda.2009.Buku Saku
Keperawatan Pediatrik..Jakarta.EGC
Corwin J
Elizabeth.2009.Buku Saku Patofisiologi..Jakarta.EGC
Guyton. 2008.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. EGC : Jakarta.
Johnson, M
dkk.2006.Nanda NOC and NIC Linkoges Edisi 2 .USA : Mosby
Junadi
dkk,1982. Kapita SElekta kedokteranEd2.Media
Aesculapius. FKUI
Kumar,Cotran,Robbins.2007.
Buku Ajar Patologi.Jakarta.EGC
Muscari E
Mary.2005. Keperawatan Pediatrik.Jakarta.EGC
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia.2006.Ilmu
Penyakit Dalam.Jakarta.FKUI
Rice A Syilvia
dan Wilson M Lorrain.1995.Patofisiologi.Jakarta.EGC
Wahab,
Samik.Kardilogi Anak : 2009. Penykit
Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik.Jakarta.EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar