Senin, 12 Januari 2015

askep Pada ASD (Atrial Septal Defect)

semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi temen temen sekalian. untuk memenuhi tugas sistem kardiovaskuler, atau sebagai tambahan ilmu.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien ASD (Atrial Septal Defect)

untuk asuhan keperawatan yang lain temen2 bisa lihat di link berikut 

BAB II
KONSEP TEORI
ASD

2.1  Definisi
Atrial septal defeck ( ASD ) adalah penyakit jantung bawaan lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi interatrial semasa janin, atrial septal defect adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas ( atrium kiri dan kanan ).
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan  atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991).
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan.(Sudigdo Sastroasmoro, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Atrial Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatial semasa janin.

2.2  Klasifikasi
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu :
a.     Ostium primum ( ASD I ), letak lubang dibagian bawah septum, disertai kelainan katub mitral
b.    Ostium secundum (ASD 2 ), letak lubang di tengah septum
c.     Sinus venosus defek, lubang berada di antara vena kava superior dan atrium kanan

2.3    Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebutdiantaranya :
1.      Faktor Prenatal
-          Ibu menderita penyakit infeksi rubella
-          Ibu alkoholisme
-          Umur ibu lebih dari 40 tahun
-          Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2.      Faktor Genetik
a.       Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b.      Ayah atau ibu menderita PJB
c.       Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d.      Lahir dengan kelainan bawaan lain
3.      Faktor Hemodinamik
Tekanan di atrium kiri lebih tinggi dari pada tekanan di natrium kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan

2.4    Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahunpertama kehidupan pada sekitar 5% penderita.Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafasbagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpapilek).Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitanmenyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar.Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.


Gejalanya bisa berupa :
1.      Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
2.      Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
3.      Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
4.      Jantung berdebar-debar (palpitasi)
5.      Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
6.      Tidak ditemukangejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan Aritmia.

2.5 Penatalaksanaan Medis
1.   Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan.Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif.Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang.Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah masalah dengan irama atrium.Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5–10 persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium

2.   Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium.Defek yang lebih kecil dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung jelas.Langkah yang paling penting pada penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.

3.   Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.

4.   Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru

5.   Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis).Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ASD
(Atrium Septum Defect)

1.1    Pengkajian
1.    Identitas pasien, meliputi:
Nama              : untuk membedakan pasien satu dengan pasien   yang lain karena banyak orang     yang namanya sama
Umur              : pada usia anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut dapat terserang
Jenis kelamin  : tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin
Alamat            :  untuk mengetahui lingkungan dan tempat tinggal pasien,   berhubungan dengan   penyakitnya
Pekerjaan        : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
Pendidikan     :  bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim memdapakan pengetahuan tentang ASD (Atrium Septum Defek), maka akan menganggap remeh penyakit ini, dan dapat  sembuh dengan cara cukup  beristirahat.
Suku/bangsa   : untuk mengetahui darimana asal dan letak geografis tempat tinggal pasien
2.    Keluhan Utama 
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak nafas, cemas ,suhu tubuh meningkat, lemas ,jantung berdebar - debar.
3.  Riwayat Kesehatan
Ø Riwayat kesehatan sekarang
Anak mengalami sesak nafas berkeringat banyak  dan jantung berdebar-debar tapi biasanya tergantung pada derajat dari defek yang terjadi.


Ø  Riwayat kesehatan lalu
§   Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
§   Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
§   Riwayat Neonatus
·  Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea
·  Anak rewel dan kesakitan
·  Tumbuh kembang anak terhambat
·  Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegali
·  Sosial ekonomi keluarga yang rendah.
Ø Riwayat Kesehatan Keluarga
·    Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan defek jantun
·    Penyakit keturunan atau diwariskan
·    Penyakit congenital atau bawaan

3.    Pemeriksaan Fisik
v TTV (Tanda-tanda vital)
Tekanan Darah (TD)      : Meningkat
Nadi (N)                        : Takikardi
Suhu Tubuh (S)              :  38.7 ˚C
Respirasi (RR)               :  dispnea pada saat istirahat atau pada saat  aktivitas

v Pemeriksaan fisik menggunakan Head To Toe
1.      Kepala : rambut bersih, tidak ada ketombe, tidak ada tumor, rambut warna hitam sedikit ada uban, tidak ada nyeri tekan , tidak ada lesi.
2.      Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
3.      Mata : simetris, konjungtiva anemis, fungsi penglihatan sedikit buram
4.      Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada keluhan dan kelainan pada hidung
5.      Telinga : bentuk simetris, tidak menggunakan alat bantu pendengaran
6.      Mulut : bibir tampak kering, gigi bersih, tidak ada perdarahan dan pembengkakan pada gusi
7.      Payudara : tidak ada pembengkakan di kelenjar mammae
8.      Dada : 
Jantung:
a)    Inspeksi           : bentuk asimetris, irama nafas tidak teratur
b)   Palpasi             : teraba adanya bising pada ics II atau III kiri
c)    Perkusi : suara jantung pekak, suara paru sonor
d)   Auskultasi       :bunyi paru vasikuler, terdapat bunyi jantung tambahan
9.    Abdomen :
a)    Inspeksi           : bentuk simetris, datar
b)    Palpasi             : tidak terdapat nyeri tekan abdomen
c)    Perkusi            : timpani
d)   Auskultasi       : batas normal 5-12x/menit
10. Genetalia : tidak terpasang kateter
11. Ekstremitas :
a)    Ekstremitas atas : terpasang infus RL pada tangan kiri, tidak terdapat oedem
b)   Ektremitas bawah : tidak terdapat luka, tidak terjadi kelumpuhan, terdapat oedem pada pergelangan kaki

4.     Pemeriksaan penunjang
Ø Laboratorium
Ø foto thorak
Ø ecg 
Ø echo
5. Pola fungsi kesehatan
a)    Pola Aktivitas dan latihan
·      Keletihan/kelelahan
·      Dispnea
·       Perubahan tanda vital
·       Perubahan status ment
·       Takipnea
·      Kehilangan tonus otot
b)    Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan
·      Riwayat hipertensi
·       Endokarditis
·       Penyakit katup jantung.
c)    Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
·      Ansietas, khawatir, takut
·      Stress yang b/d penyakit
d)    Pola nutrisi dan metabolik
·      Anoreksia
·      Pembengkakan ekstremitas bawah/edema
e)    Pola persepsi dan konsep diri
·      Kelemahan
·      Pening
f)    Pola peran dan hubungan dengan sesama
·      Penurunan peran dalam aktivitas sosial dan keluarga.

1.2    Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin.Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) .Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu systole.Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
ASD akibat terjadinya kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan pada tahap perkembangan pemisahan organ atrium menjadi atrium kiri dan kanan. Akibat adanya celah patologis antara atrium kanan dan atrium kiri, klien dengan defec septum atrium mempunyai beban  pada sisi jantung kanan , akibat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan. Beban tersebut merupakan beban volume (volume overload). Aliran darah pintas kiri ke kanan pada tipe osteum sekundum dan tipe sinus venosus akan menyebabkan keluhan kelemahan dan  sesak nafas, umumnya timbul pada usia dewasa muda. Kegagalan jantung kanan serta aritma supra ventrikulear dapat pula terjadi pada stadium lanjut. Namun apabila repurigtusi mitral berat, gejala serta keluhan akan muncul lebih berat dan lebih awal. Gejala ini umumnya ditemukan pada umur 20 – 40 tahun.
Pada kasus atrial septal defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari atrium kiri mengalir ke atrium kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran  dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar dari pada ventrikel  kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga  juga berakibat volume serta ukuran atrium  kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri ke kanan bias berkurang. Pada suatu saat berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit  vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis yang menyebabkan gangguan system transport oksigen karena pertukaran gas dalam paru-paru yang tidak efektif menyebabkan sesak nafas sehingga aktifitas menjadi terganggu(intoleransi aktifitas). 

1.3    Analisa Data
No
Waktu
Analisis data
Etiologi
Masalah
Ttd
1

DS:
Klien mengatakan jantung berdebar –debar
DO:
Takikardi,hipotensi,pucat,bunyi jantung melemah.

Defek struktur jantung
Resiko tinggi penurunan curah jantung

2

DS:
Klien mengeluh cepat lelah saat aktifitas,sesak nafas
DO:
Klien tampak lemas dan pucat
RR : 26x/menit
Gangguan pola nafas
Intoleransi aktivitas

3

DS:Klien mengeluh panas(suhu badannya tinggi)
DO:Peningkatan suhu tubuh.
TD 100/60mmHg
N 70x/menit
Suhu 38,70C

Status fisik yang lemah
Risiko tinggi infeksi


Diagnosa keperawatan
1.      Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d defek struktur jantung
2.      Intoleransi aktivitas b.d gangguan pola nafas
3.      Resiko tinggi infeksi b.d status fisik yang lemah


1.4    Intervensi
Tgl
Dx
Tujuan
Intervensi
Rasional
Ttd

1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam diharapkan penurunan curah jantung dapat diminimalkan
Dengan KH :
K : Klien dapat mengetahui penyebab dan gejala dari penyakitnya
A:
Klien tampak nyaman
P:
Klien mampu beraktifitas dengan normal
P:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,klien tidak mengalami gangguan dalam melakukan aktifitasnya

O:
Observasi TTV klien secara teratur
N:
Anjurkan klien untuk beraktifitas
E:
Jelaskan kepada klien tentang cara penanganan penyakit secara sederhana
C:
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk pemberian obat diuretik
·      Memonitoring adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin dan adanya takikardi –disritmia sebagai kompensasi meningkatkan curah jantung
·      Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak adekuatnya curah jantung.Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel
·      Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung

·      Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi miokard dan mencegah hipoksia


3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam diharapkan infeksi teratasi
Dengan KH :
K : Klien dapat mengetahui penyebab adanya resiko tinggi infeksi
A:
Klien mampu menunjukkan cara mengurangi status fisik yang lemah
P:
Klien mampu mengatasi resiko infeksi
P:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak ada infeksi / inflamasi, meningkatkan status fisik
O :
Observasi  tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental
N :
Bantu klien meminimalkan resiko infeksi
E :
Jelaskan kepada klien tentang penanganan pencegahan infeksi secara sederhana
C :
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pencegahan infeksi
·         mengetahui perubahan kondisi klien
·         mencegah terjadinya resiko
·         agar tidak terjadi infeksi secara serius
·         mengetahui bahaya jika terjadinya infeksi dan komplikasi


1.5  Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan perawat kepada pasien.

1.6  Evaluasi 
Evaluasi dapat diambil dari respon pasien tiap-tiap diagnose keperawatan
Evaluasi dapat dilakukan tiap shift, tiap hari atau sesuai waktu yang ditentukan dalam rencana keperawatan.


BAB IV
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Atrium Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum interatrial semasa janin.Atrial Septal Defect adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan).
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, 
1. Ostium primum ( ASD I ), letak lubang dibagian bawah septum, disertai kelainan katub mitral
2. Ostium secundum (ASD 2 ), letak lubang di tengah septum
3. Sinus venosus defek, lubang berada di antara vena kava superior dan atrium kanan

4.2    Saran
1.   Dalam menerapakan asuhan keperawatan pada aklien dengan ASD dipsi bagi yang memerlukan pengkajian, konsep keperawatan teori oleh seorang perawat
2.   Dukungan psikologik ssangat bermanfaat untuk klien
3.   Semoga makalah ini menjadi reverensi bagi yang membaca







DAFTAR PUSTAKA
                                                                         

Betz Lynn Ciciy dan Sawden A linda.2009.Buku Saku Keperawatan Pediatrik..Jakarta.EGC
Corwin J Elizabeth.2009.Buku Saku Patofisiologi..Jakarta.EGC
Guyton. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. EGC : Jakarta.
Johnson, M dkk.2006.Nanda NOC and NIC Linkoges Edisi 2 .USA : Mosby
Junadi dkk,1982. Kapita SElekta kedokteranEd2.Media Aesculapius. FKUI
Kumar,Cotran,Robbins.2007. Buku Ajar Patologi.Jakarta.EGC
Muscari E Mary.2005. Keperawatan Pediatrik.Jakarta.EGC
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia.2006.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta.FKUI
Rice A Syilvia dan Wilson M Lorrain.1995.Patofisiologi.Jakarta.EGC
Wahab, Samik.Kardilogi Anak : 2009. Penykit Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik.Jakarta.EGC